8.28.2007

Palang Merah Remaja

Setiap Senin
12.00-13.30 SMP NEGERI 11 YOGYAKARTA
PMR Bersama Pak Heru Laksono

Read More..

Sang Guru Komputer

Nama : Istiardi, S.ST
Alamat : Joho Jambidan Banguntapan Bantul
Jabatan : Guru TIK
Motto : Tetap Semangat
Hobby : About Computer
E-mail : ist_ardi@yahoo.com

bersambung ................

Read More..

Logo Perisai


SMP Negeri 11 Yogyakarta

Read More..

6.01.2007

Sekolah Sehat dan Sekolah Sakit

Sekolah sebagai sebuah organisasi dituntut untuk dapat memecahkan: (1) masalah tentang bagaimana memperoleh sumber daya yang mencukupi dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungannya, (2) masalah tentang upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, (3) masalah pemeliharaan solidaritas, dan (4) masalah upaya menciptakan dan mempertahankan keunikan nilai yang dkembangkan di sekolah... Keempat hal di atas menjadi kerangka acuan dalam mengembangkan sekolah sehat. Sekolah sehat pada dasarnya merupakan bagian dari kajian tentang iklim sekolah atau budaya sekolah, yang di dalamnya membicarakan tentang kemampuan sekolah untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi sekolah dan kemampuan sekolah dalam mengatasi berbagai tekanan eksternal yang dapat mengganggu terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Dalam bukunya yang berjudul Educational Administration, Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (2003) memaparkan tentang kriteria sekolah sehat, yang terbagi ke dalam tiga level dan tujuh dimensi, yang dijadikannya sebagai kerangka penyusunan Organizational Helath Inventory (OHI).

A.Level Lembaga, Level lembaga merupakan level yang berkaitan dengan hubungan organisasi dengan lingkungannya. Hal ini penting untuk kepentingan legitimasi dan dukungan masyarakat terhadap sekolah.
1.Institutional IntegrityInstitutional integrity merujuk kepada keutuhan segenap program pendidikan di sekolah. Sekolah tidak menjadi sasaran empuk dan mampu melindungi diri secara sukses dari berbagai serangan dan tekanan kekuatan eksternal yang merugikan.

B. Level ManajerialLevel manajerial merujuk kepada kegiatan untuk menjembatani dan mengendalikan usaha-usaha internal organisasi sekolah. Kepala sekolah merupakan petugas adminitratif yang utama di sekolah, yang harus dapat menemukan cara-cara terbaik untuk mengembangkan loyalitas, kepercayaan dan motivasi guru, serta dapat mengkoordinasikan setiap pekerjaan di sekolah.
2. Principal InfluencePrincipal influence merujuk kepada kemampuan kepala sekolah untuk mempengaruhi tindakan para atasan. Kepala sekolah dapat bertindak persuasif, bekerja secara efektif dengan atasan, dan menunjukkan kemandiriannya (independensi) dalam berfikir dan bertindak.
3. ConsiderationConsideration merujuk pada perilaku kepala sekolah yang bersahabat, suportif, terbuka dan kolegial.
4. Initiating StructureInitiating Structure merujuk pada perilaku kepala sekolah yang berorientasi pada tugas dan prestasi. Kepala sekolah memiliki sikap dan ekspektasi yang jelas tentang prosedur dan standar kinerja bawahannya (guru).
5.Resource Support Resource Support merujuk pada ketersediaan bahan-bahan atau perlengkapan yang diperlukan dan digunakan untuk kepentingan pembelajaran di kelas secara memadai.

C. Level Teknis Level teknis berkaitan dengan proses belajar mengajar dan tanggung jawab guru terhadap pendidikan siswa sebagai produk sekolah.
6. MoraleMorale merujuk pada rasa saling percaya, percaya diri, semangat, dan persahabatan yang diperlihatkan para guru dan Para guru memiliki kepekaan terhadap pencapaian prestasi kerjanya.
7. Academic EmphasisAcademic Emphasis merujuk pada usaha sekolah untuk menekankan pencapaian prestasi, khususnya prestasi akademik para siswanya. Lingkungan pembelajaran ditata secara sungguh-sungguh. Guru-guru merasa yakin terhadap kemampuan siswanya untuk meraih prestasi, para siswa bekerja keras dan pemberiaan penghargaan kepada setiap orang yang mampu menunjukkan prestasi akademiknya.

Kebalikan dari sekolah sehat adalah sekolah tidak sehat, Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein (2004) menyebutnya sebagai ”Sekolah Sakit” Ciri-ciri sekolah yang tidak sehat atau sakit adalah : Pada level lembaga, sekolah mudah diserang oleh kekuatan-kekuatan luar yang bersifat destruktif (merusak). Kepala sekolah, guru-guru dan staf tata usaha diberondong hal-hal yang tidak rasional oleh orang tua dan kelompok masyarakat tertentu dan sekolah tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan-tekanan tersebut.
Pada level manajerial, kepala sekolah tidak mampu menyediakan kepemimpinannya secara memadai, dalam arti kurang memberikan pengarahan, perhatian dan dukungan terhadap guru yang rendah, bekerja di bawah tekanan atasan.

Pada level teknis, moral atau semangat kerja guru sangat rendah, para guru kurang memperhatikan tentang pekerjannya. Mereka bertindak sendiri-sendiri, saling curiga, dan defensif (selalu mempertahankan atau membela diri). Dalam upaya mencapai keunggulan akademik sangat terbatas. Singkatnya, bahwa dalam sekolah sakit, setiap orang akan berfikir dan bertindak “bagaimana nanti”

Sumber :Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein .2004. Educational Administration : Concepts and Practices. Singapore : Wadsworth.Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel. 2003. Educational Administration : Theory, Research and Practice, Singapore : McGrawHill

Read More..

1.30.2007

PERPUSTAKAAN SEKOLAH MASIH JADI ANDALAN; Beberapa Sekolah Keluhkan Minimnya Buku


YOGYA (KR) - Keberadaan perpustakaan sekolah sebagai penyedia buku untuk siswa, sampai sekarang masih menjadi andalan. Keberadaannya dirasa sangat membantu siswa untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan. Namun, fungsi perpustakaan yang demikian besar belum diimbangi dengan sarana dan prasarana yang representatif. Beberapa sekolah yang ditemui KR secara terpisah, Rabu (14/12) mengeluhkan minimnya koleksi buku sehingga siswa harus antre untuk membaca buku tertentu.

Di SMA Gotong Royong Yogya misalnya. Saat ini baru memiliki sekitar 200 koleksi buku. Jumlah tersebut masih belum bisa memenuhi kebutuhan siswa. Wakil Kepala SMA Gotong Royong A Lisa ST mengatakan, minat baca siswa saat ini sudah lumayan bagus. Tetapi karena minimnya dana yang ada, pihak sekolah belum bisa menyediakan koleksi buku yang memenuhi standar, sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

“Dengan diberlakukannya KBK otomatis buku-buku lama tidak bisa terpakai lagi. Sementara jumlah buku yang baru masih sangat terbatas karena bagi sekolah kecil anggaran untuk membeli buku sangat minim,” kata A Lisa.

Pihaknya merasa dilematis dengan Surat Keputusan Dinas Pendidikan yang melarang sekolah melakukan pengadaan buku. Karena kenyataannya pemerintah sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan buku para siswa. Sekolah hanya diberi 1-2 buku untuk tiap mata pelajaran. Sehingga hanya cukup untuk pegangan guru dan satunya lagi disimpan di perpustakaan. Dengan kondisi seperti ini siswa terpaksa harus antre untuk membaca buku. Kondisi semakin bertambah parah karena datangnya buku ke sekolah sering terlambat. Akibatnya, proses belajar mengajar menjadi terhambat.

Sedangkan jika mengharuskan siswa membeli buku jelas tidak mungkin. Selain bertentangan dengan SK, mayoritas siswa di situ berasal dari keluarga kurang mampu. Dilanjutkan, dengan berbagai kendala tersebut, pihak sekolah tetap berusaha menumbuhkan minat baca siswa. Antara lain dengan memberikan tugas kepada siswa yang jawabannya bisa dicari di buku. Dengan begitu siswa dipaksa untuk membaca.

Di tempat terpisah Kepala Sekolah SMP Negeri 11 Yogyakarta Drs Sardiyanto mengemukakan, selain terbatasnya buku-buku bacaan yang ada di perpustakaan, sekolah juga menghadapi kesulitan terbatasnya tenaga pustakawan yang ada di sekolah-sekolah. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya terpaksa memanfaatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk menambah koleksi buku yang ada di perpustakaan.

Termotivasi

“Pada prinsipnya saya tidak keberatan dengan adanya larangan dari pemerintah soal keterlibatan sekolah dalam pengadaan buku. Tapi jika kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan pengadaan buku yang memadai, saya khawatir selain minat baca menjadi rendah. Kualitas pendidikan yang ada di Indonesia akan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan bangsa lain. Untuk itu sebagai pendidik saya hanya bisa berharap agar pemerintah lebih memperhatikan keberadaan perpustakaan yang ada di sekolah-sekolah. Sebab jika dikaji secara mendalam baik buruknya kualitas pembelajaran ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada di perpustakaan,” kata Sardiyanto.

Sardiyanto menambahkan, selain pemerintah, sekolah juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam menumbuhkan minat baca di kalangan siswa. Sebab sebaik apapun sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah. Tapi jika tidak diimbangi dengan sikap proaktif dari pihak sekolah akan menjadi sia-sia.

“Untuk menarik minat baca siswa selain buku-buku pelajaran kami juga menyediakan buku fiksi dan cerita rakyat. Dengan adanya buku-buku tersebut kami berharap siswa akan termotivasi untuk berkunjung ke perpustakaan. Jika hal itu bisa terwujud selain minat baca jadi meningkat, perpustakaan akan menjadi tempat belajar yang menyenangkan,” tambahnya.

Di SMK Negeri 6 Yogya, buku-buku yang disediakan memang sebagian besar adalah buku paket pelajaran yang merupakan buku wajib siswa. Tapi, ada juga buku-buku di luar pelajaran yang bisa dipakai untuk tambahan referensi siswa. “Tiga jurusan di sini masing-masing tata boga, tata busana dan tata kecantikan relatif sudah ada semua buku yang diperlukan,” kata petugas perpustakaan SMK Negeri 6 Yogya, Suprapto, kepada KR Rabu (14/12).

Perputaran buku sendiri, jelas Suprapto selama ini cukup tinggi. Dalam sehari, sirkulasi buku yang dipinjam siswa bisa mencapai 60 buku. Tapi itu masih belum termasuk buku-buku yang dibaca siswa di perpustakaan dan tidak dibawa pulang. “Kadang saat jam-jam pelajaran, ada juga siswa yang pinjam buku untuk dibaca di kelas atau di perpustakaan ini dan tidak dibawa pulang,” jelasnya.

Untuk dana pembelian buku-buku baru, selama ini dipenuhi dari iuran siswa dan sumbangan dari luar. Iuran siswa yang berasal dari siswa kelas satu ini masih ditambah lagi beberapa buku paket yang diperoleh dari dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogya. Kadang, ada juga sumbangan dari mahasiswa yang melakukan praktik di sekolah ini. “Kalau dulu sumbangan juga berasal dari siswa kelas 3 yang akan lulus. Tapi sumbangan itu sudah beberapa tahun terakhir dihilangkan,” ujar Suprapto.

Selain mengandalkan iuran dan sumbangan dari pihak luar, sekolah juga menjadikan denda terlambat mengembalikan buku, sebagai sumber dana untuk pembelian buku. Bagi peminjam yang terlambat mengembalikan buku, dikenakan denda Rp 100/ hari. Uang denda itu dikumpulkan yang kemudian dipakai untuk menambah referensi buku yang ada.

Karya Sastra

Senada juga dikatakan Kepala SMPN 1 Bantul, Drs Supriyanto, keberadaan perpustakaan sangat mendukung untuk membantu pembelajaran siswa terutama yang sudah mengikuti kurikulum 2004. Karena di sini siswa dituntut pembelajaran kontekstual yang bisa mengkaji satu masalah pokok pada satu pelajaran. Hal ini tidak bisa jika hanya didapat dari satu sumber saja melainkan sumber-sumber pendukung lain sangat dibutuhkan.

“Di sinilah peran perpustakaan untuk bisa menyediakan referensi lain selain buku yang dipakai sehari-hari, bisa berupa compact disc, essai atau karya-karya ilmiah. Sebenarnya minat baca siswa sudah bagus hanya saja koleksi-koleksi selain buku, seperti referensi, karya sastra, novel klasik masih belum mencukupi,” terangnya.

Untuk memudahkan akses perpustakaan sistem terbuka yang digunakan saat ini di SMPN 1 Bantul dirasa masih kurang representatif. Tahun ajaran mendatang, pihaknya akan mengupayakan untuk akses perpustakaan dengan sistem on line sehingga memudahkan petugas maupun siswa.

Kepala SMA N 2 Yogyakarta Drs Timbul Mulyono, mengatakan, minat baca siswa di perpustakaan sekolah selama ini masih cukup tinggi, dalam satu bulan rata-rata pengunjungnya mencapai ratusan. Bahkan sejak Juli hingga November ini, jumlah pengunjung mampu mencapai 4.575 siswa.

“Minat siswa untuk membaca dan meminjam buku-buku untuk menunjang pelajarannya, masih cukup tinggi. Sepertinya siswa malah mengandalkan perpustakaan sekolah untuk melengkapi dan meningkatkan pemahaman dari bidang studi yang diajarkan gurunya,” jelas Timbul.

Dikatakan Timbul, untuk lebih memotivasi minat baca siswa, koleksi buku terus ditambah sesuai dengan kebutuhan, terutama buku-buku pelajaran berbasis kompetensi. Selain itu juga dilengkapi dengan buletin, koran-koran, sehingga siswa bisa mengakses informasi yang aktual setiap harinya.

“Meski terlihat bagus, tetapi kami masih belum puas, karena perpustakaan belum bisa on line, ke depan, setelah gedung yang lebih luas selesai dibangun, perpustakaan akan dilengkapi dengan fasilitas elektronik untuk on line, agar siswa bisa mengakses ilmu, artikel yang lebih luas lagi,” ungkap Timbul.

Untuk meningkatkan kualitas agar selalu up to date, perpustakaan disediakan anggaran sebesar Rp 17.000.000 dari RAPBS dan Rp 5.000.000 dari pemerintah.

“Selama ini kerja sama dengan Perpustakaan Daerah selalu dilakukan, namun demikian perhatian pemerintah terhadap keberadaan perpustakaan sekolah masih kurang. Kami berharap pemerintah lebih memperhatikannya karena penting untuk peningkatan mutu pendidikan, baik sekolah maupun siswa,” katanya.

Di Taman Dewasa (SMP) Perguruan Taman Siswa, Jetis, minat baca anak-anak menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2004. Menurut petugas perpustakaan Sukesti AMd dan Dwi Putri Dani AMd koleksinya ada ratusan judul, baik buku paket pelajaran maupun bacaan fiksi. (Tim KR)-o.

thx » arif's blog

Read More..

1.01.2007

Sejarah Kepala Sekolah

Sejak bernama SMP Negeri 11 Yogyakarta :
1. Bapak Muslan
2. Bapak Abdul Manan, B.A.
3. Bapak Drs.Sudarman
4. Bapak S.Parjoto
5. Bapak Drs.Kusmiarto
6. Bapak Drs.Marmo Sukidjo

7. Bapak Drs.Sardiyanto
.

Read More..
Template by : kendhin x-template.blogspot.com