12.07.2008

KENDATI MENDUKUNG PERATURAN TENTANG SERAGAM; Sekolah Khawatir Kesulitan Lakukan Kontrol Terhadap Siswa

YOGYA(KR)- Kendati peraturan tentang seragam sekolah (batik dan identitas pelajar Kota Yogya) sempat menimbulkan kekhawatiran dari sekolah. Karena mereka khawatir jadi kesulitan untuk melakukan kontrol terhadap peserta didik yang jumlahnya cukup banyak. Namun sejumlah SMP dan SMA di Yogyakarta menyambut baik adanya peraturan tersebut. Bahkan sebagai bentuk keseriusan sudah ada yang mulai menyosialisasikan pada guru, komite dan perwakilan siswa. Hal itu dikemukakan oleh beberapa sekolah yang ditemui KR secara terpisah, Rabu (4/6). Kepala Sekolah SMP 11 Yogyakarta Drs Sardiyanto mengatakan, penggunaan seragam batik setiap hari Jumat bagi siswa kelas 1 selain bisa menyatukan para pelajar juga bisa melestarikan budaya lokal yang ada di Yogyakarta. Walaupun dalam praktik dirinya tidak memungkiri banyak siswa SMP yang belum memiliki pakaian batik. Kendati demikian pihaknya belum ada rencana untuk mengkoordinir pembelian seragam batik lewat sekolah. Kebijakan itu diambil, dengan harapan orang tua tidak merasa terbebani.
”Sesuai dengan aturan yang ada sekolah tidak mempunyai hak untuk menentukan motif atau model batik yang akan digunakan. Memang dengan pakaian batik dan tidak ada identitas sekolah kami jadi kesulitan untuk melakukan kontrol, apalagi jika jumlah siswanya mencapai ribuan,” jelasnya. Seraya menambahkan, tapi karena tujuannya untuk persatuan dan melestarikan budaya lokal, pihaknya akan berusaha melaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Terpisah Kepala Sekolah SMAN 8 Yogyakarta Drs Maryana MM mengaku tidak keberatan dengan adanya peraturan seragam sekolah yang tidak mencantumkan identitas khusus sekolah. Menurutnya keputusan itu diambil untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti tawuran dan sebagainya.
”Konsekuensinya, tidak adanya identitas sekolah itu bisa menghilangkan kebanggaan siswa terhadap almamater,” katanya.
Maryana menambahkan, pada hari Jumat, siswa menggunakan kemeja / blus batik bebas tiap individu dengan bagian bawah polos. Sedangkan pada hari Sabtu mereka diperbolehkan menggunakan pakaian bebas asal polos. Sebagai UPT Drs Maryana menyatakan akan berusaha melaksanakan aturan itu dengan sebaik-baiknya. Dengan catatan kalau ada masalah akan ada evaluasi.
”Tanpa seragam memang akan menyulitkan kontrol terhadap siswa, apalagi untuk sekolah yang siswanya sampai ribuan. Selain itu dari sisi keamanan parkir kendaraan, juga bisa menyulitkan karena umumnya sekolah tidak menggunakan karcis parkir,” tambahnya.
Menurut Maryana nantinya memang akan jadi gayeng karena masing-masing siswa akan mengenakan pakaian sesuai dengan selera dan kemampuannya. Sekolah sudah membagikan copy-an Perwal tentang seragam itu ke semua guru, komite, OSIS dan perwakilan siswa, karena nantinya pembuatan tata tertib sekolah akan mengacu pada perwal.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Drs Syamsuri MM mengemukakan mulai tahun ajaran baru besok setiap hari Jumat siswa kelas 1 menggunakan pakaian seragam batik. Hal ini dimulai dari SMP/SMA Negeri.
”Jika swasta ingin ikut, silakan. Ini bukan seragam jadi tidak ada kewajiban membeli. Yang sudah punya boleh digunakan,” katanya.
Tujuan penggunaan seragam batik ini untuk melestarikan budaya Yogyakarta. Ditegaskan, tidak ada tujuan khusus apalagi muatan politis dalam pemberlakuan kebijakan ini. Penggunaan batik di sekolah untuk mengenalkan generasi muda akan budaya Yogyakarta yang kini mulai luntur.
Selain siswa menurut Syamsuri para guru dan kepala sekolah juga mengenakan seragam batik. Langkah ini sudah disosialisasi-kan ke sekolah, siswa dan masyarakat. Tanggapan mereka cukup antusias.
”Sekolah tidak boleh memaksa harus beli di sekolah, silakan beli sendiri atau menggunakan yang ada di rumah. Ini bukan seragam sehingga tidak ada ketentuan warna, bentuk atau mode,” imbuhnya.
Sedangkan terkait atribut sekolah Pemkot Yogyakarta akan menggunakan identitas pelajar Kota Yogyakarta bukan identitas khusus masing-masing sekolah. Hal ini merupakan bentuk kebersamaan antar pelajar. Selain itu, juga untuk mengantisipasi hal-hal negatif, seperti tawuran dan perkelahian antar sekolah.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com